Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tari Tayub : Asal Mula, Sejarah Tayub, dan Tatacara Pelaksanaan Tayub

Kesenian tayub berasal dari kerajaan Jawa Kuna, pada hakikatnya merupakan bagian dari rangkaian upacara yang bersifat religius yaitu tujuannya untuk memohon keselamatan pada Tuhan juga sebagai ucapan rasa syukur. Kata tayub berasal dari kata ’tata’ yang berarti teratur dan ’guyub ’ yang berarti bersatu atau rukun. Dengan demikian, tayub berarti suatu bentuk tari yang ditata dengan teratur sehingga menimbulkan kerukunan atau bersatu padu. Memang dalam tari tayub penuh dengan tatanan dan aturan, baik gerak tarian maupun pelaksanaannya, dan tari-tarian tersebut penuh guyub. Tari Tayub dibedakan menjadi 3 bagian, yakni Tayub alus, gagah, dan gecul.

Asal Mula Tayub
Kata tayub dalam kamus Bau Sastra Jawa Indonesia karangan Prawira Atmaja berarti bersenang-senang dengan mengibing bersama tandak. Atau dengan kata lain menari bersama ledek, penjoged, atau ronggeng. Ada pula yang menyatakan tayub berarti ditata ben guyub. Maksudnya tarian diatur dengan baik untuk menjaga kerukunan di antara sesama.

Ada pula yang mengaitkan antara kata tayub dengan nayub. Poerbatjaraka (1954) mengatakan bahwa kata nayub bukan berasal dari kata tayub melainkan dari kata sayub, adalah untuk menyebutkan makanan yang sudah hampir basi atau menjadi tape. Tape mengeluarkan cairan untuk bahan minuman keras. Pengertian nayub berasal dari kata sayub (sayu-sajeng, wayu-wajeng) yang menunjuk pada minuman keras. Maksudnya nayub berarti menari-nari dengan minuman keras. Dalam setiap pementasan seni tayub tak pernah lepas dari minuman keras. Banyak kalangan mengatakan bahwa tayub tanpa minuman keras bagaikan sayur tanpa garam.

Fungsi Tari Tayub
Tari Tayub semula berfungsi sebagai pengisi upacara jumenengan, pemberangkatan panglima ke medan perang, dan lain-lain. Perkembangan tayub semakin luas, bukan saja sebagai tari yang bersifat sakral tetapi juga sebagai tari pergaulan, bersifat erotis, dan juga romantis. Perkembangan yang paling akhir tayub sebagai tari-tarian profan. Yang dimaksud tari-tarian profan adalah tari-tarian yang langsung berhubungan dengan masyarakat atau juga disebut tari-tarian pergaulan atau tari-tarian untuk kesenangan. 

gambar-kesenian-tayub
Pertunjukan Tari Tayub

Tayub sebagai tarian rakyat bisa bersifat sakral dan bisa juga bersifat pertunjukan atau kesenian hiburan. Melihat sejarahnya tayub memang untuk keperluan yang sakral namun seiring dengan perkembangan zaman tayub menjadi tarian pergaulan.

Tayub lazim ditarikan oleh pria dan wanita secara berpasangan. Oleh kaum petani Jawa, tayub diselenggarakan untuk ritual yang melambangkan kesuburan. Pertunjukan tayub bisa romantis, bisa pula erotis. Hal ini bisa dilihat saat pertunjukan tayub berlangsung para tamu mendapat persembahan sampur dari penari atau ledhek, tamu yang mendapat sampur kemudian ikut menari atau ngibing bersama dengan ledhek yang diiringi musik gamelan sesuai gendhing yang telah dipesan. Karena gerakan tari penari atau ledhek yang sangat erotis, kadang-kadang bisa ditafsirkan lain oleh penonton dan bahkan bisa menjurus ke perbuatan yang kurang susila.

Sejarah Tayub
Pada zaman Singasari, yaitu saat Tunggul Ametung menjadi raja, tari Tayub berfungsi sebagai acara karesmen, yaitu acara yang dilaksanakan sesudah upacara penobatan. Biasanya raja menari bersama ledhek, tradisi semacam itu berlaku pada zaman Majapahit. Namun pada masa kerajaan Demak, acara ini ditiadakan. Mulai berdirinya kerajaan Mataram Baru yaitu zaman raja Sultan Agung, tayub digali dan dipakai lagi sebagai bagian tradisi jumenengan di keraton, tarian ini dilaksanakan secara turun temurun sampai keraton Surakarta Hadiningrat. Para penari wanitanya disebut dedungik sontrang. Oleh Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Mangkunegara I atau lebih populer dipanggil Pangeran Samber Nyawa, tayub dijadikan kesenian untuk menghibur para pasukan.

Fungsi tayub yang semula sebagai acara jumenengan raja bergeser menjadi tari untuk penghormatan tamu agung. Selanjutnya mengalami perkembangan yaitu berfungsi sebagai rangkaian upacara keselamatan atau syukuran bagi pejabat yang akan mengemban tugas baru. Akhir-akhir ini fungsinya cenderung ke tari pergaulan. Tari pergaulan ini pada umumnya bersifat hiburan atau untuk kesenangan belaka.

Sejak abad XX, tayub sering dilombakan untuk tujuan pelestarian kesenian Jawa. Kesenjan ini juga diminati kaum bangsawan atau kaum elite ketika menggelar hajatan. Para penari tayub yang cukup terkenal adalah Nyi Pantes, Nyi Den Sri, Nyi Sukarini, Nyi Menik, Nyi Kamini, Nyi Suwarni, dan Nyi Tumini. Penari-penari itu berasal dari Solo.

Pertunjukan Tayub di Masa Sekarang
Pada waktu sekarang ini tayub masih dipentaskan di daerah Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Blora, dan beberapa daerah di Jawa Tengah. Ada beberapa daerah yang menyelenggarakan acara adat Bersih Desa, bersih dusun, dan rasulan dengan mengadakan pertunjukan tayub. Acara Bersih Desa biasanya diadakan setahun sekali biasanya setelah panen. Menurut cerita, tayub berasal dari alam kadewatan (dewa-dewi). Tujuh bidadari cantik pilihan dewa khayangan menari berjajar-jajar secara tertib dan teratur dalam formasi gerak yang teratu dan guyub, yang kemudian muncul istilah kata tayub. Pada zaman dahulu tarian ini dilaksanakan pada malam hari, tetapi karena pertimbangan beberapa hal salah satunya pertimbangan norma susila maka sekarang sering diadakan pada siang hari.

Pendukung kesenian tayub sekitar 17 orang, dengan perincian sebagai berikut, penari atau ledhek 2 orang, 2 orang menjadi waranggana, seorang vokalis pria atau gerong sisanya sebagai penabuh gamelan dan sutradara. Instrumen untuk mengiringi tayub adalah gamelan lengkap. Kostum penari yaitu berkain panjang, memakai kemben, mengenakan selendang atau sampur untuk menari, rambut disanggul ala dandanan Solo, muka dirias. Para tamu yang ketiban sampur akan menari bersama penari. Para penonton tayub biasanya adalah pria dewasa. Sebelum penari turun ke arena suara gamelan sudah terdengar.

gambar-tari-tayub

Pada festival Tari Rakyat tingkat Kabupaten Wonogiri tahun 2007, dua kelompok seniman menyajikan kesenian tayub. Yakni PGRI Kecamatan Slogohimo dan cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Selogiri. Kelompok tayub PGRI Kecamatan Slogohimo menampilkan enam penari, terdiri atas empat pria dan dua penari wanita. Kelompok tersebut didukung oleh 11 pengrawit dan tiga waranggana, sutradaranya Drs. Parwiyanto. Kelompok tersebut menampilkan iring-iringan lagu yang jenaka seperti Godril, orek-orek, kijing miring, Pangkur, Srampak, dan reting.

Di Kabupaten Wonogiri, khususnya Kecamatan Slogohimo, tayub masih bertahan. Kesenian Tayub dipertunjukkan pada acara Bersih Desa, Bersih Dusun, dan rasulan. Juga dipentaskan pada waktu penebangan kayu jati di hutan Donoloyo. Kayu hasil tebangan pada hutan tersebut digunakan untuk pembangunan kraton Surakarta Hadiningrat.

Pertunjukan tayub biasanya banyak diselenggarakan di desa untuk kepentingan acara pernikahan dan acara yang berkaitan dengan panen padi. Untuk acara pernikahan tayub dipergelarkan saat mempelai pria dipertemukan dengan mempelai wanita, biasanya pengantin pria menari bersama ledhek atau penari. Fungsi ritual tayub yang berkaitan dengan pertanian, diadakan apabila panen telah usai. Upacara tayub untuk mengucapkan rasa syukur para petani ini diselenggarakan secara bersama-sama seluruh warga desa bertempat di pendapa atau balai pertemuan. Pengibing pertama yang mendapat penghormatan adalah kepala desa, selanjutnya berturut-turut warga yang lain.

Seni tayub selalu dikonotasikan negatif, seperti hadirnya minuman keras dan daya pikat joged yang dapat menimbulkan perilaku jorok dan mesum dalam pertunjukan tayub. Untuk menumbuhkan citra tayub sebagai suatu kesenian rakyat, dilakukan berbagai perbaikan baik oleh para seniman maupun anjuran dari pemerintahan. Perbaikan itu bisa dari berbagai segi, antara lain:
  • Busana sang penari yang lebih sopan, semula sang penari hanya mengenakan kain panjang dan kemben, sampai dada. Untuk menutupi bahu, penari menutupnya dengan kain sampur. Perkembangan sekarang para penari ada yang mengenakan kain panjang dan baju lengan pendek sehingga tampak lebih sopan.
  • Dibuatkan arena pentas atau semacam panggung, Arena pentas tayub dibuatkan seperti halnya panggung pentas musik atau panggung kethoprak. Dengan dibuatkan panggung semacam itu antara penari dan penonton ada jaraknya, tidak terlalu dekat. Sebelumnya penari dipentaskan dalam rumah beralaskan tikar, sehingga penonton sangat dekat dengan penari. 
  • Dalam pertunjukan tayub, tidak diperkenankan adanya minuman keras.

Perangkat Tayub
Perangkat tayub terdiri atas penari, panggung, gamelan, penabuh gamelan, pranata cara, dan wiraswara. 
a. Penari atau Ledhek
Dalam pementasan tayub biasanya terdiri dari 4 penari. Hal itu bisa kurang atau lebih tergantung kemampuan dari masing-masing pemangku hajad. Makin banyak ledek yang menari makin meriah pertunjukan tayub.

b. Panggung
Di masa dahulu tempat pementasan tari menyatu dengan penonton. Sekarang tempat pentas dibuatkan semacam panggung. Sehingga antara penonton dan penari ada jaraknya.

c. Gamelan
Gamelan merupakan perangkat instrumen musik tradisional yang mengiringi pentas tayub. Seperangkat gamelan ini meliputi laras pelog dan slendro. Masing-masing digunakan sesuai dengan gending atau lagu yang dikehendaki. Gamelan ditempatkan terpisah dengan panggung, biasanya berada di depan panggung dan di lantai beralaskan tikar.

d. Penabuh gamelan
Penabuh gamelan biasanya terpisah dengan penyedia gamelan. Maksudnya penyedia jasa gamelan pada umumnya tidak menyediakan penabuhnya. Hal ini berbeda dengan pertunjukan wayang kulit, dimana antara niyaga, gamelan, dalang, dan waranggana merupakan satu paket yang tak terpisahkan.

e . Pranata Cara
Peran pranata cara mengatur jalannya pentas tayub, sebagaimana tugas seorang sutradara, yakni mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pertunjukan tayub.

f. Wiraswara
Kehadiran Wiraswara bukanlah sesuatu yang harus ada, sebab tugas seorang Wiraswara dapat digantikan oleh anggota panjak. Kehadiran Wiraswara ada sejak sekitar tahun 1995, sebelumnya pementasan tayub tidak menggunakan Wiraswara.

Pelaksanaan Tayub
Pelaksanaan tayub diatur oleh tata cara khusus sebagai berikut. 
a. Gamelan Pembuka
Acara pertama ini berlangsung dengan diisi 2 sampai 3 gending sambil menunggu ledek datang. 

b. Srimpen
Oleh masyarakat Blora acara kedua ini disebut srimpen meskipun yang ditampilkan bukanlah tari srimpi. Dalam srimpen ini beberapa penari tampil di atas pentas, sebagai penampilan yang pertama.

b. Sambutan tuan rumah
Dalam hal ini tuan rumah bisa diwakili oleh sesepuh desa atau pihak keluarga yang lebih tua. Tujuan sambutan ini untuk memberi tahu kepada hadirin maksud/ tujuan diadakannya tayub ini.

c. Tayuban tuan rumah
Sebelum tayuban dibuka untuk umum, sampur pertama diberikan kepada tuan rumah. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah untuk mbeksa pertama kali bersama ledek. Selanjutnya ledek memberikan sampurnya kepada anggota keluarga terdekat, misalkan anak, menantu, atau mungkin pihak besan.

e. Mencatat orang yang nayub
Pranata cara biasanya menunjuk orang untuk mendaftar orang-orang yang akan nayub. Setelah didaftar selanjutnya ledek akan memberikan sampurnya sesuai dengan orang yang mendaftar.

f. Waktu pentas
Pentas tayub bisa dilaksanakan siang maupun malam hari. Di wilayah Blora pentas siang hari dimulai sekitar pukul 13.00 berakhir pukul 17.00 pementasan malam hari dimulai pukul 21 .00 berakhir sekitar pukul 03.00 dini hari.
Demikian artikel tentang "Tari Tayub : Asal Mula, Sejarah Tayub, dan Tatacara Pelaksanaan Tayub" yang dapat kami sampaikan. Baca juga artikel seni budaya Jawa menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com

Posting Komentar untuk "Tari Tayub : Asal Mula, Sejarah Tayub, dan Tatacara Pelaksanaan Tayub"