Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral dari Surakarta

Sahabat SeniBudayaku yang berbahagia. Pada kesempatan ini SeniBudayaku akan mengulas kesenian tari klasik dari Surakarta yang dianggap sakral yang diberi nama Tari Bedhaya Ketawang. Lebih jelasnya perhatikan ulasan kami berikut ini.

Tari Bedhaya Ketawang

Tari bedhaya ketawang merupakan tarian yang mempunyai nilai keramat. Tari Bedhaya Ketawang termasuk dalam jenis tari pusaka Keraton Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang menjadi keramat karena adanya mitos dan kepercayaan tentang pencipta tari klasik tersebut. Menurut kitab Wedhapradangga, pencipta tari Bedhaya Ketawang adalah Sultan Agung (1613-1645) raja pertama Kerajaan Mataram. Tarian tersebut diciptakan bersama-sama dengan penguasa laut selatan yang di sebut Nyi Roro Kidul.

Gerakan tari Bedhaya Ketawang sangat halus dan bernilai tinggi (adiluhung) sehingga dapat menciptakan suasana tenang, teduh, dan khidmat. Gerakan tari Bedhaya Ketawang menggambarkan kepribadian putri raja di keraton, serta sikap dan sifat ideal wanita Jawa yang sopan santun. Busana tari Bedhaya Ketawang menggunakan Dodot Ageng dengan motif Bangun tulak alas-alasan yang menjadikan penarinya terasa anggun.

tari-bedhaya-ketawang
Pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang mengandung berbagai unsur, makna, dan sifat yang erat hubungannya dengan adat upacara, sakral, religius, dan tarian percintaan atau tari perkawinan.

a. Adat Upacara
Tari Bedhaya Ketawang ditampilkan pada acara resmi atau khusus di Keraton Surakarta. tari Bedhaya Ketawang hanya dipergelarkan pada acara yang berhubungan dengan peringatan ulang tahun tahta kerajaan. Jadi, tarian Bedhaya Ketawang hanya dipergelarkan sekali dalam setahun. Selama tarian berlangsung, dilarang menyajikan makanan dan minuman karena akan mengurangi kekhidmatan acara.

b. Sakral
Tari Bedhaya Ketawang dianggap sebagai tarian sakral karena menurut kepercayaan diciptakan oleh ratu kidul. Bahkan, dipercaya setiap pertunjukan tari Bedhaya Ketawang ditampilkan, Ratu Kidul selalu hadir dan ikut menari. Biasanya, penari tari Bedhaya Ketawang dapat merasakan kehadiran Ratu Kidul pada saat latihan. Akan tetapi, tidak setiap orang dapat melihat sosok Ratu Kidul. Hanya orang yang memiliki kepekaan inderawi yang dapat merasakan kehadiran Ratu Kidul tersebut.

c. Religius
Segi religius dalam tari Bedhaya Ketawang terlihat dari syair tembang yang dinyanyikan oleh suara sinden dan penyanyinya. Syair tembang tersebut antara lain berbunyi: tanu astra kadya agni urube, kantar-kantar? yen mati ngendi surupe, kyai? (kalau mati kemana tujuannya, kyai?)

d. Tarian Percintaan atau Tari Perkawinan
Tari Bedhaya Ketawang melambangkan rasa cinta Ratu Kidul kepada Sultan Agung. Perasaan cinta tersebut terlihat pada gerakan tangan dan seluruh bagian tubuh, cara memegang selendang, dan sebagainya. Semua penari Bedhaya Ketawang dirias seperti pengantin.

Baca juga:
Jenis Tari Berdasarkan Tema atau Isi
Jenis Tari Berdasarkan Pola Garapan
Jenis Tari Berdasarkan Fungsi dan Tujuannya

Penari tari Bedhaya Ketawang berjumlah sembilan orang penari wanita. Penari-penari putri tersebut harus dalam keadaan bersih secara spiritual (tidak dalam keadaan haid). Selain itu, beberapa hari sebelum pentas para penari diwajibkan untuk berpuasa.

Kesembilan penari tersebut memiliki komposisi yang masing-masing mengandung simbol atau lambang antara lain.
  • Endhel ajeg: mewujudkan nafsu atau keinginan hati
  • Batak: mewujudkan jiwa dan pikiran
  • Apit ngajeng: melambangkan lengan kanan
  • Apit wingking: melambangkan lengan kiri
  • Jangga (gulu): melambangkan leher
  • Endhel weton: melambangkan kaki kanan
  • Apit meneng: melambangkan kaki kiri
  • Dadha: melambangkan dada
  • Buncit: mewujudkan organ seks
Seluruh penari yang berjumlah 9 orang dipercaya merupakan angka sakral yang melambangkan 9 arah mata angin. Hal ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat Jawa pada peradaban Klasik, dimana terdapat 9 dewa yang menguasai sembilan arah mata angin yang disebut juga sebagai Nawasanga, yang terdiri dari: Wisnu (Utara), Sambu (Timur Laut), Iswara (Timur), Mahesora (Tenggara), Brahma (Selatan), Rudra (Barat Daya), Mahadewa (Barat), Sengkara (Barat Laut), dan Siwa (Tengah). Upaya mengejawantahkan 9 dewa penguasa arah mata angin dalam wujud 9 orang penari tersebut merupakan suatu simbol bahwa pada hakekatnya tari Bedhaya Ketawang bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam yaitu keseimbangan antara mikrokosmos (jagat kecil) dan makrokosmos (jagat besar). Suatu konsep kosmologi yang telah mendarah daging pada masyarakat Jawa sejak berabad-abad silam.

Demikian ulasan kami tentang "Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral dari Surakarta" yang dapat kami sampaikan. Semoga artikel ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca, dan semoga kita dapat selalu menjaga dan melestarikan kekayaan budaya yang kita miliki. Baca juga artikel seni menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com.

Posting Komentar untuk "Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral dari Surakarta"