Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

10 Jenis Wayang di Indonesia yang Perlu Anda Ketahui

Jenis-Jenis Wayang - Wayang merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional Jawa yang sering diartikan sebagai “bayangan” yang terlihat samar-samar. Wayang dapat bergerak sesuai lakon/pakem yang dilakukan seorang dalang (orang yang menggerakkan wayang). Bayangan yang dihasilkan dalam pertunjukan wayang juga sering dipahami sebagai gambaran perwatakan/ karakter manusia sekaligus sebagai gambaran kehidupan manusia. Gambaran-gambaran yang dihasilkan wayang sesuai dan didasarkan isi ceritera.

Jenis-Jenis Wayang

Jenis-jenis wayang di Indonesia sangat beragam. Keragaman jenis wayang ini lahir dan berkembang dari beragam suku bangsa yang terdapat di Indonesia. Beberapa jenis wayang tersebut antara lain, yaitu;

wayang-kulit-purwa
Wayang Purwa

1) Wayang Purwa (Wayang kulit)

Ceritera wayang purwa bersumber pada wiracerita Mahabarata dan Ramayana. Dari ceritera itu dapat dikembangkan menjadi banyak ceritera. Dalam pengembangannya, terdapat tiga jenis ceritera wayang purwa, yaitu:
  1. Ceritera baku adalah ceritera asli yang tidak menyimpang dari ceritera induk.
  2. Ceritera carangan kadapur adalah ceritera baku yang diambil dari ceritera induk kemudian dikembangkan oleh dalang.
  3. Ceritera carangan adalah ceritera yang dihasilkan dari kreativitas dalang atau dengan tidak melenceng dari “pakem ” Ceritera. Ceritera carangan ini tidak terdapat dalam ceritera induk.
2) Wayang Madya (Wayang kulit)
Wayang Madya diciptakan oleh Sri Mangkunegara IV. Penciptaan wayang madya ini dimaksudkan untuk menghubungkan antara wayang purwa dengan wayang gedhog. Keberadaan wayang madya ini tidak dapat berkembang karena hanya terbatas pada lingkungan kadipaten Mangkunegara saja. Salah satu ceritera wayang madya yang terkenal adalah ceritera Prabu Anglingdarma dari kerajaan Malawapati dengan Patih Batik Madrim. Kesaktian Anglingdarma dengan memiliki “aji suleman” yaitu kesaktian Anglingdarma yang dapat mendengarkan pembicaraan hewan. Ceritera Prabu Anglingdarma ini sempat ditayangkan melalui layar kaca/difilmkan.

3) Wayang Gedhog (Wayang kulit)
Wayang Gedhog adalah salah satu jenis wayang yang terdapat di Nusantara yang terbuat dari kulit kerbau. Wayang gedhog merupakan rangkaian terakhir dari wayang kulit purwa-wayang madya-wayang gedhog. Gedhok diartikan sebagai batas akhir, yang berarti sudah sampai batas akhir dari cerita kisah pewayangan gubahan Mahabarata dan Ramayana yang bersifat kekawin, cerita jawa asli.

Wayang Gedhog ini yang membuat Sunan Giri dengan iringan gamelan pelog. Wayang Gedhog ini dasar ceriteranya dari ceritera Panji yang muncul zaman kerajaan Kediri dan Majapahit. Di Zaman Kediri dan Majapahit gelar panji adalah gelar kaum kesatria dan raja Sering terdengar juga gelar dengan nama binatang perkasa, seperti Kebo Anabrang, Lembu Amiluhur, Mahesa Jlamprang, dan sebagainya.

wayang-klitik
Wayang Klitik

4) Wayang Klithik
Wayang Klithik ini juga disebut wayang Krucil yang membuat Pangeran Pekik. Wayang ini dibuat dengan bahan kulit dan ukurannya kecil dikatakan wayang krucil. Sumber ceritera wayang Klithik adalah ceritera dari serat Damarwulan; yaitu peperangan antara Majapahit dengan Blambangan. Kemudian, oleh Paku Buwana II wayang Klithik ini dibuat dengah bahan kayu, sehingga apabila dimainkan menimbulkan suara “klithik-klithik”. Atas dasar suara “klithik-klithik” inilah wayang krucil ini disebut wayang Klithik.

wayang-menak
Wayang Menak

5) Wayang Menak
Menurut penuturan Banis Isma’un dan Martono (1989 : 51) bahwa pertunjukan wayang berkembang pada masa pemerintahan Paku Buwana II. Saat itu muncul pertunjukan wayang Golek Purwa dan wayang terbang. Dikatakan sebagai wayang Terbang karena pertunjukannya diiringi dengan iringan alat terbang. Bersamaan dengan munculnya wayang Terbang itu, di daerah Kudus muncul wayang Golek Menak. Untuk mengimbangi wayang Golek Menak yang muncul di Kudus, Pakubuwana II memerintahkan membuat wayang Krucil dari kayu.

Wayang Menak ini merupakan ceritera-ceritera Islam yang dimasukkan dalam ceritera pewayangan ditulis tahun 1717 masehi (tahun 1639 Jawa). Kitab Menak ini ditulis atas kehendak Kanjeng Ratu Mas Balitar permaisuri Pakubuwana I (Pangeran Puger) di keraton Kartasura. Kemudian, ceritera Menak dimasukkan dalam wayang Golek. Dikatakan wayang Golek, karena wayang tersebut bentuknya bulat dapat berputar terbuat dari kayu. Golek artinya mencari; mubeng; bunder gilig. Jadi, wayang Golek adalah wayang terbuat dari kayu bentuknya bundar gilig.

Istilah “Menak” artinya Wong Agung Menak atau Amir Hamzah atau Wong Agung Jayengrana merupakan paman Nabi Muhammad SAW. Induk kitab Menak (yang muncul zaman Mataram abad XVI) adalah ceritera dari Parsi. Sebelumnya kitab Menak ini berasal dari Hikayat Amir Hamzah (kitab Melayu)yang selanjutnya diterjemahkan dalam bahasa Jawa disebut: Kitab Menak, Isi pokok kitab Menak: permusuhan antara wong Agung Jayengrana/Amir Hamzah (beragama Islam) dengan Prabu Nursewan yang masih kafir.

Munculnya wayang Golek Menak ini muncul sebagai media informasi/dakwah penuh dengan muatan spiritual Islam yang tujuannya untuk mengembangkan Islam.

wayang-cina
Wayang Cina

6) Wayang Cina
Wayang yang merupakan budaya Nusantara ini, sejalan dengan keberadaan orang-orang Cina di Indonesia tidak ketinggalan memperkaya budayanya dengan wayang Cina dengan sumber ceritera roman sejarah Negeri Cina. Wayang Cina ini dibuat tahun 1850 merupakan satu-satunya wayang yang berasal dari Kapitein Liem Kie Tjwan. Isi ringkasnya adalah perang batin antara Senapati Tig Djing dengan patih Mbang Hong yang bersekongkol dengan Soen Syon. Rasa iri dan dengki yang menimbulkan perang batin dapat diakhiri setelah Tig Djing menunjukkan darma baktinya dengan mengalahkan musuh dari kerajaan Sey Lao Kog.

wayang-dupara
Wayang Dupara

7) Wayang Dupara
Wayang Dupara memiliki dasar ceritera atau legenda zaman Majapahit hingga zaman perang Dipanegara. Wayang Dupara ini tidak begitu dikenal oleh masyarakat Jawa, karena masyarakat sendiri kurang tertarik dengan wayang Dupara yang menyerupai wayang Klithik. Beberapa ceritera dalam wayang Dupara, antara lain: Dewi Nawangwulan lan Jaka Tarub, Jaka Tingkir, Untung Surapati, dan sebagainya.

wayang-beber
Wayang Beber

8) Wayang Beber
Keberadaan wayang Beber saat ini telah berada pada kepunahan, yang dahulu pernah terkenal. Wayang Beber terdiri dua Jenis, yaitu wayang Beper Purwa dan wayang Beber Gedhog.

Wayang Beber Purwa muncul di Zaman Majapahit oleh Prabangkara. Ceritera pokok dan tokoh-tokohnya seperti dalam wayang purwa. Wayang Beber Gedhog muncul pada zaman Kesultanan Pajang oleh Sunan Bonang di abad XV. Poerbatjaraka menyebutkan wayang Beber Gedhog muncul di zaman Demak tahun 1485. Hingga saat ini wayang Beber Gedhog di Pacitan dibuat tahun 1614, dan wayang Beber Gedhog Wonosari, Yogyakarta.

wayang-wong
Wayang Wong

9) Wayang Wong
Wayang wong adalah pertunjukan wayang yang dipergunakan oleh manusia (wong), meliputi: Wong Purwa, Wayang Wong Gedhog, Wayang Wong Klithik, dan Wayang Wong Menak.

Wayang Wong Purwa berdasar ceritera Mahabarata dan Ramayana. Wayang Wong Gedhog sumber ceriteranya seperti wayang Gedhog dengan memakai topeng. Wayang Wong Klithik tanpa memakai topeng dan dialognya memakai tembang dan disebut “Langendriyan” (opera jawa). Wayang Wong Menak dengan sumber ceritera Menak.

wayang-sadat
Wayang Sadat

10) Wayang Kontemporer
Wayang kontemporer ini muncul karena perkembangan dari wayang kulit purwa yang muncul pada abad XX.
Jenis-jenis wayang kontemporer antara lain, yaitu: Wayang Dobel, Wayang Kancil, Wayang Wahyu, Wayang Pancasila, Wayang Suluh, Wayang Ukur, Wayang Dipanegara, dan Wayang Sadat.
  1. Wayang Kancil, dibuat oleh Babah Bo Liem dan bentuknya oleh Babah Liem Too Hien tahun 1925. Bentuk wayang Kancil seperti manusia hanya digambar miring, saat itu dibuat sebanyak seratus buah. Sumber ceriteranya diambil dari ceritera kancil.
  2. Wayang Dobel, dibuat tahun 1927 di daerah Wonosari, Gunug Kidul, Yogyakarta. Sumber ceriteranya mengambil dari Riwayat Para Nabi. Wayang Dobel ini tidak dapat berkembang karena ada sebagian masyarakat tertentu yang menolak keberadaan wayang Dobel ini.
  3. Wayang Wahyu, dibuat oleh RM. Soetarto Hardjowahono, sehingga sering disebut Wayang Wahono. Bentuknya seperti manusia dan digambar miring. Wayang Wahyu ini digunakan untuk dakwah kaum Nasrani.
  4. Wayang Suluh, dibuat tahun 1945/1946. Wayang ini dibuat untuk memberikan penyuluhan (obor) kepada masyarakat tentang perjuangan. Sehingga, bentuk wayangnya seperti polisi, pejuang, dan sebagainya.
  5. Wayang Pancasila, dibuat tahun 1980 muncul di Prambanan, dan bentuknya mirip dengan wayang Purwa, Gedhog, dan Klithik. Ceritanya kadang diambil dari ceritera wayang Klithik. Ciri yang menonjol adalah kayonnya disesuaikan dengan lambang Garuda Pancasila.
  6. Wayang Ukur, dibuat oleh Drs. Sukasman dari ISI Yogyakarta tahun 1982. Bentuk dan isi ceritanya sama dengan wayang purwa, sedangkan cara pergelarannya dengan dua orang dalang, dan dipakai lampu warna-warni.
  7. Wayang Dipanegara, dibuat oleh Kuswaji Kawendrasusanta di Yogyakarta tahun 1983. Sumber ceritera diambil dari babad Dipanegara. Pagelaran ini seperti wayang purwa. Pada saat dialog antara Dipanegara dengan para pengikutnya memakai bahasa Jawa, sedangkan dialog antara Belanda dengan Dipanegara memakai bahasa Indonesia. (diringkas dari Banis Isma’un dan Martono : 1874).
  8. Wayang Sadat, dibuat tahun 1980 oleh Drs. Suryadi seorang dai dari Trucuk, Klaten. Sumber ceriteranya dari kehidupan para Wali sebagai penyebar Islam. Keberadaan wayang Sadat ini tujuannya untuk ikut mengembangkan agama Islam dengan media wayang. Para tokohnya sebagian besar dari para Wali, demikian juga isi ceriteranya berasal dari kehidupan para Wali. Misalnya, lahirnya Sunan Kalijaga. Berdirinya Masjid Demak, Lakon Ki Ageng Pengging, dan sebagainya. Tentang wayang sadat ini penulis beberapa kali mendatangi Drs. Suryadi di Klaten untuk ikut melihat dari dekat wayang Sadat. Hingga saat ini Drs. Suryadi pernah mendapatkan tanggapan puluhan kali, dan pernah muncul beberapa kali di Indosiar dan Festival Istiqlal Jakarta.
Daftar nama-nama wayang Sadat, antara lain yaitu; Raden Syahid, Sunan Kalijaga, Sunan Trenggana, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Raden Patah, Ratu Kaliwungu, Adipati Tuban, Joko Rangsang, Ratu Jumanten, Jamilah, Kasan, Gunungan Wy Sadat, Kiai Iman, Salim, Brandal Warudoyong, Brandal Samb Dalan, Brandal Rangkut, Brandal Wono Salm, Demang Becik, Demang Ala, Cangik, Limbuk, Macan, Rampakan, Kucing, Ayam, Gunungan Masjid, Gunungan Syahadat.

Jenis-Jenis Wayang Menurut Ceritanya

Seni pertunjukan wayang memunculkan berbagai ragam/ jenis wayang. Beberapa pendapat diantaranya dikemukakan oleh Sri Mangkunegara IV membagi wayang menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Wayang Purwa, yaitu wayang yang menceritakan masa kedatangan Prabu Isaka sampai dengan wafatnya Maharaja Yudayana di Astina.
  2. Wayang Madya, yaitu wayang yang menceriterakan sejak wafatnya Prabu Yudayana sampai Prabu Jayalengkara naik tahta.
  3. Wayang Wasana, yaitu wayang yang menceriterakan sejak Prabu Jayalengkara sampai masuknya agama Islam.
J. Kats mengemukakan bahwa wayang terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
  1. Wayang Purwa, yaitu wayang yang menceritakan sejak zaman para dewa hingga Prabu Parikesit.
  2. Wayang Madya, yaitu wayang yang menceritakan sejak Prabu Yudayana (putra Prabu Parikesit) hingga masa Prabu Jayalengkara.
  3. wayang Gedhog, yaitu wayang yang menceriterakan sejak masa Sri Gatayu (putra Jayalengkara) hingga masa Prabu Kuda Laleyan.
  4. Wayang Klithik, yaitu wayang yang menceritakan Prabu Banjarsari/Prabu Kuda Laleyan hingga masa Prabu Brawijaya.
  5. Wayang Dupara, yaitu wayang yang menceritakan sejak lahirnya para raja Majapahit hingga masa Perang Dipanegara.
(Banis Isma’un dan Martono, 1989 : 17-18)

Model wayang di Jawa yang paling terkenal adalah wayang kulit purwa. Dalam pertunjukan wayang kulit di Jawa suatu tokoh wayang dalam lakon tertentu sering dipakai oleh orang Jawa untuk memberikan pemahaman terhadap perjalanan hidup baik secara realitas (kehidupan sehari-hari) maupun di masa mendatang juga, dalam setiap pertunjukan sering kali diberikan berbagai nasihat, pitutur, atau ajaran-ajaran penting tentang kehidupan/kebaikan yang semuanya itu untuk memberikan peringatan atau saling memberikan nasihat kepada siapa saja.

Keberadaan wayang purwa (wayang kulit) hingga saat ini masih digemari sebagian besar masyarakat Jawa. Hal ini terlihat dari berbagai pertunjukan wayang ternyata wayang kulit (purwa) sebagai wayang yang masih banyak digemari dari pertunjukan jenis lain. Salah satu hal yang menjadi daya tarik yaitu keragaman ceritera yang ada sangat banyak.

Dalam setiap lakon dapat diambil suri tauladan atau makna yang tersirat dan tersurat dalam setiap lakon agar manusia dapat mengambil hikmahnya. Dengan demikian, peranan wayang lebih sebagai dasar filosofi manusia Jawa disamping ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para pujangga Jawa.

Mitologi orang-orang Jawa bersumber dari ceritera Mahabarata dan Ramayana, kehidupan ini dapat dikatakan sebagai wujud perang tanding (konflik) antara dua kutub yang saling bertentangan, yaitu: antara kebaikan dan kejahatan, antara kekacauan dan ketertiban, antara khaos dan ordo, antara perilaku baik dan perilaku buruk, antara kanan (mewakili simbol kebaikan) dan kiri (mewakili simbol keburukan). Dalam ceritera Mahabarata, hal-hal yang terkait dengan kebaikan diwakili oleh keluarga Pandawa sedangkan hal-hal yang terkait dengan kejahatan diwakili oleh keluarga Kurawa. Kurawa sebagai simbol dari sifat dan sikap hal-hal yang jahat, seperti kesombongan, nafsu amarah, senang akan kekacauan, dan sebagainya. Sedangkan, Pandawa sebagai simbol dari sifat dan sikap hal-hal yang baik, seperti keadilan, keluhuran, ketenangan, ketertiban, dan sebagainya.

Anderson dalam Woro Aryandini (2002: 46) mengemukakan wayang merupakan unsur penting dalam kebudayaan Jawa, yaitu sebagai compelling religius mythology, yang menyatukan masyarakat Jawa secara menyeluruh, secara horizontal meliputi seluruh daerah geografi Jawa, dan secara vertikal meliputi semua golongan sosial masyarakat Jawa. Wayang juga sebagai pemelihara dan alat untuk menyebarkan kebudayaan Jawa.Claire Holt mengatakan bahwa wayang melambangkan masyarakat Jawa yang merupakan “suatu dunia yang stabil berdasarkan konflik” (a stable World based on conflict). Menurut Dananjaya, wayang sendiri diciptakan membawakan suatu lakon dan lakonnya mengandung penuh pertentangan dalam diri manusia atau antara manusia yang satu dengan manusia lain, yang dibawakan dalang dengan cara dialog dan gerak perbuatan.

Jenis-Jenis Wayang Kulit

Maria A. Sardjono (1992 : 24) mengemukakan bahwa pedalangan wayang kulit adalah suatu rangkuman tindakan-tindakan simbolis yang terpadu, terdiri dari berbagai unsur. Seperangkat gamelan, seperangkat wayang kulit, seperangkat lakon, seperangkat lagu, seperangkat lakon dan manusia-manusianya yang mempergunakan seperangkat aturan-aturan termasuk tata cara dalam hal berpakaian, bersikap dan berbahasa. Semuanya itu begitu erat dengan kehidupan orang Jawa yang memang tidak bisa lepas begitu saja dari segala sesuatu yang berkaitan dengan wayang. Dari aspek seni rupa, gambar wayang kulit purwa bergaya ekspresif dekoratif tradisional, yang mengambil tokoh-tokoh pelaku bersumber pada: Mahabarata dan Ramayana. Jumlah wayang kulit kurang lebih ada 300 buah, wayang wanitanya (putren) berjumlah 44 buah. Wayang terbagi menjadi enam golongan, yaitu:
(Soekatno, 1992 : 13)
a. Jenis wayang kulit ekspresif dekoratif:
1). berdasar watak: baik, buruk, setengah baik.
2). berdasar kelas: golongan dewa, golongan ksatria, golongan Raja.
3). golongan putran/pangeran, golongan putren, golongan punggawa, golongan raksasa, golongan kera.

b. Jenis wayang kulit ekspresif dekoratif humoris karikaturis, yaitu wayang yang menggambarkan rasa humor/lucu.
1). humoris karikaturis pengikut ksatria: Semar, Gareng, Petruk, Bagong.
2). humoris karikaturis pengikut raksasa: Togog; Sarawita.
3). humoris karikaturis pengikut Dewa: Patuk, Temboro.
4). humoris karikaturis pendeta: Cantrik Janaloka.
5). humoris karikaturis wanita: Cangik, Limbuk.

c. Jenis wayang kulit yang menggambarkan kelompok pasukan, tumbuhan, binatang, bangunan, seperti perampokan/ampyakan dan gunungan.

d. Jenis wayang kulit yang menggambarkan binatang dan kendaraan, seperti kuda, kereta kencana, gajah, naga, burung garuda, dll.

e. Jenis wayang kulit yang menggambarkan senjata, seperti: panah, keris, tombak, gada, cakra, dan lainnya.

f. Jenis wayang kulit yang menggambarkan ruh halus berupa siluman, setan, seperti Jurumeja, Jarameja, Keblok, dll.

Baca juga:
Tokoh Wayang Kulit, Menurut Golongannya Secara Lengkap
Unsur-Unsur yang Berperan Dalam Pertunjukan Wayang Kulit
Wayang Wong (Teater Klasik Jawa)
Sejarah Wayang Kulit: Asal Usul dan Sumber Ceritanya

Demikian ulasan tentang "Jenis-Jenis Wayang di Indonesia Secara Lengkap" yang dapat kami sajikan. Baca juga artikel budaya Indonesia menarik lainnya hanya di situs SeniBudayaku.com.

Posting Komentar untuk " 10 Jenis Wayang di Indonesia yang Perlu Anda Ketahui"