Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tari Lambangsih: Iringan, Tatarias, dan Busana Tari Lambangsih

Bentuk tari ada bermacam-macam, ada yang berbentuk tari pasagan, ada pula yang berbentuk tari tunggal, dan ada yang berbentuk drama tari. Tari pasangan meliputi tari pasangan sejenis putra, tari sejenis putri, dan ada juga tari pasangan antara putra dengan putri. Tari pasangan sejenis antara lain, tari Lawung, tari Bondoyuda, tari Sancaya Kusumawicitra, tari Srikandi Mustakaweni, tari Harjuna Sumantri. Adapun contoh tari pasangan putra-putri antara lain tari Karonsih, tari Enggar-Enggar, tari Priyambodo Mustakaweni, tari Maesa Jenar Rarawilis, dan tari Lambangsih.

Tentang Tari Lambangsih
Tari Lambangsih merupakan tarian berpasangan putra-putri yang tidak luput juga dari konvensi atau patokan-patokan yang ada pada tari tradisi baik secara konsep maupun perwujudan gerak. Konsep-konsep tari mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada eksistensi dan ekspresi terhadap bentuk tarian, pada tari modern bentuk tarian sangat bervariasi.

Tari Lambangsih merupakan tarian berpasangan yang sangat romantis. Isi ceritanya menggambarkan sepasang kekasih yang sedang memadu kasih. Gerak-gerak yang ada pada tari Lambangsih mengandung ungkapan cumbu rayu, oleh karenanya tari Lambangsih sering disajikan pada upacara pernikahan. Tari Lambangsih digubah tahun 1973, hingga kini telah mengalami perubahan dan perkembangan terutama dalam gerak tariannya. Perubahan yang sangat mencolok terjadi tahun 1993 saat diadakan penataran pelatih tari gaya Surakarta di Jakarta.

gambar-tari-lambangsih

Kata Lambangsih berarti sesuatu seperti tanda yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu. Sih berasal dari kata asih, maksudnya kasih sayang. Jadi, tari Lambangsih adalah pernyataan kasih sayang atau cinta kasih dari seseorang kepada orang lain. Dengan demikian, tari Lambangsih memang merupakan tarian pasangan putra-putri yang di dalamnya mengandung maksud untuk menyatakan cinta kasih. Ada pula yang menyatakan bahwa tarian Lambangsih bersumber pada cerita Smaradahana dalam buku Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, karangan Zoedmulder yang menceritakan kehidupan asmara antara Bathara Kumajaya dengan Bathara Kumaratih.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tari Lambangsih mempunyai makna simbolis yang menggambarkan bentuk kasih sayang yang langgeng antara pria dan wanita yang digambarkan dalam tokoh Kumajaya dan Kumaratih. Tokoh laki-laki yakni Kumajaya mempunyai watak atau karakter yang halus dan Kumaratih mempunyai karakter branyak, yakni putri yang sedikit lanyap. Tarian Lambangsih memang menggambarkan kemesraan dua kekasih yang saling memadu kasih. Dengan demikian, tepatlah apabila tarian tersebut disajikan dalam resepsi pernikahan agar kedua mempelai bisa langgeng dalam berumah tangga, layaknya Bethara Kumajaya dengan istrinya yakni Bethari Kumaratih.

Iringan Gending Tari Lambangsih
Gending yang mengiringi tari Lambangsih antara lain:
a. Dhandanggula macapat Laras Pelog Pathet Nem
b. Tumadhah Ketawang, Laras Pelog Pathet Nem
c. Gandamastuti Ketawang, Laras Pelog Pathet Nem
d. Ilir-Ilir Ketawang, Laras Pelog Pathet Nem
e. Kodhok Ngorek

Tata Rias Tari Lambangsih
Riasan yang dipergunakan dalam tari Lambangsih mengacu pada riasan tari tradisi Jawa gaya Surakarta. Tata rias dan busana tari tradisi Jawa merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam penyajian sebuah tari. Tujuan tata rias selain untuk mempercantik diri juga untuk membedakan peran atau tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Selain itu, juga untuk mempertegas watak atau karakter, mempertegas garis-garis atau bentuk gerak sehingga dengan tata rias yang baik dapat menimbulkan suasana seperti yang diharapkan.

Tata rias yang digunakan untuk laki-laki pada Lambangsih jenis rias alus luruh karena menggambarkan Bathara Kamajaya yang sangat halus budi pekertinya. Begitu pula penari perempuan juga dirias jenis putih luruh yakni rias muka dari perannya sebagai Bethara Kumarati yang berwatak halus.

Pada bagian tengah antara alis diberi tata rias ’laler mencok’ berwarna hitam. Laler Mencok merupakan hiasan tambahan. Bagian pelipis kanan dan kiri dibentuk sogokan. Sogokan merupakan tiruan atau penebalan sinom atau anak rambut yang tumbuh disekitar pelipis. Sogokan selalu disambung dengan garis ke bawah yang biasa disebut godheg atau cambang terletak pada kedua pipi yakni pipi kiri dan pipi kanan. Bentuk sogokan dan godheg luruh. 

Tata rias mata antara lain eye shadow berwarna cokelat kemerah-merahan, garis mata untuk mempertebal watak, dan bulu mata. Bibir dirias dengan lipstik berwarna merah, begitupun pipi juga diberi warna pipi yang sedikit merah. 

Tata Busana Tari Lambangsih
Tata Busana tari Lambangsih terdiri dari: irah-irahan, sumping, kelat bahu, kalung ulur, epek timang, kain, bara samir, celana pendek, gelang, uncal, keris, kalung penanggalan, mekak, dan sampur.
  1. Irah-irahan, sebagai penutup kepala yang juga disebut Gelung Minangkara untuk Kamajaya dan Gelung Keling untuk Kamaratih.
  2. Sumping, dikenakan pada telinga. Bagian bawah ditambah gombyok, yakni sejenis benang yang diikat hingga menjuntai ke bawah.
  3. Kalung Pananggalan dan Kalung Ulur, dikenakan di leher. Kalung Ulur dikenakan tokoh Kamajaya, sedangkan kalung Penanggalan dikenakan untuk tokoh Dewi Ratih. Gelang, dikenakan pada pergelangan tangan warna kuning keemasan.
  4. Kelat Bahu, dikenakan pada lengan atas biasanya bentuknya seperti burung, ini bentuknya juga semacam gelung.
  5. Epek Timang, dikenakan untuk penari putri, merupakan satuan dengan sabuk dan slepe.
  6. Keris, dikenakan pada tokoh Kamajaya di tubuh bagian belakang tepatnya punggung bawah.
  7. Uncal, merupakan dua utas tali bagian ujungnya dikaitkan dengan gombyok dan pada ujung-ujungnya yang lain dihubungkan dengan kulit berbentuk melengkung berwarna kuning keemasan yang biasa disebut badhog, dikenakan tokoh Kamajaya.
  8. Binggel, gelang yang dikenakan pada pergelangan kaki.
  9. Kain jarik dikenakan pada tari Lambangsih. Pemakaian kain melingkar dibagi dua sisi. Bagian kain bertemu di tengah tumpang tindih, adapun yang berbentuk wiron berada di tengah penutup lingkaran kain yang dari lingkaran pinggang kiri.

Pemakaian kain untuk laki-laki, kain jarik yang menutup pinggang dililit dengan sabuk, pemakaian sabuk dililitkan melingkar dari kanan ke kiri dimulai pada bagian perut menuju ke bawah hingga menutup pinggang. Pada lilitan pertama dipasang bara untuk pangkal paha kanan dan samir untuk pangkal paha kiri. Sabuk diikat dengan pengikat epek timang. Pada pengikat epek timang digantungi uncal dan sampur. Lilitan ketiga atau keempat pada sabuk tempat dikenakan keris.

Leher mengenakan kalung ulur yang menjuntai ke bawah dada, pada ujung kalung ulur dikaitkan dengan pengikat epek timang. Lengan atas dikenakan kelat bahu, lengan bawah dikenakan gelang. Kepala mengenakan irah-irahan yang menutupi dahi bagian atas kemudian ditarik ke belakang. Sumping dikenakan pada kedua telinga. Sedangkan binggel dikenakan pada pergelangan kaki. Pemakaian tata busana putri diawali dengan pemakaian kain jarik panjang melingkar dari badan sampai kaki dengan menggunakan samparan. Samparan yang dimaksud adalah pucuk kain sebelah kanan yang ditarik memanjang ke belakang.

Struktur Tari Lambangsih
Struktur tari Lambangsih yaitu, bagian pertama maju beksan iringan yang digunakan berupa tembang macapat. Pada bagian kedua disebut beksan menggunakan iringan Ketawang Tumadha, Pathetan Kemudha, Ketawang Gondomastuti, Ketawang Ilir-Ilir dengan sekarannya. Pada bagian ketiga disebut mundur beksan menggunakan iringan gending Kodok Ngorek.

Baca juga:
Tari Tayub : Asal Mula, Sejarah Tayub, dan Tatacara Pelaksanaan Tayub
Tari Gambyong Jawa Tengah, Iringan Musik, Busana, dan Rias Wajah Penarinya
Mengenal Tari Bedhaya Ketawang Tarian Klasik dari Surakarta Jawa Tengah

1 komentar untuk "Tari Lambangsih: Iringan, Tatarias, dan Busana Tari Lambangsih"

Silahkan berkomentar yang baik dan sopan, komentar dengan link aktif akan kami hapus.