Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seni Tari di Indonesia, Sejarah, Jenis, dan Fungsi Seni Tari

Seni tari terus berkembang sejak zaman prasejarah, sejarah, sampai modern. Ini terlihat dari perkembangan geraknya. Dari yang sangat sederhana, sederhana, terkonsep secara estetis, sampai tidak beraturan atau bebas.

Sejarah Seni Tari di Indonesia

Seni Tari adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gerak sebagai media untuk mengekspresikan jiwa penciptanya. Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang digambarkan dengan gerak tubuh yang indah dan berirama ritmis sesuai irama musik (Soedarsono). Tari terlahir dan berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia di dunia ini. Untuk mengungkapkan keberadaan dan perkembangan tari Indonesia sejarah tari dapat dikategorikan menurut berbagai tahapan sejarah Indonesia sebagai berikut ini;

1. Seni Tari Zaman Prasejarah

Sulit untuk membuktikan bahwa kegiatan tari ada pada zaman prasejarah karena tidak ada alat perekam atau foto. Namun terdapat beberapa peninggalan prasejarah yang dapat mengisyaratkan adanya aktivitas tari pada masa itu. Prasejarah dimulai dengan Zaman Batu dan berakhir pada Zaman Logam. Gerakan tari Zaman Batu diperkirakan sangat sederhana berupa hentakan kaki sebagai ekspresi emosi. Selama periode inilah tarian tercipta melalui gerakan tangan dan kaki yang sangatlah sederhana. 
Peradaban yang terdapat pada Zaman Logam dianggap lebih unggul dari Zaman Batu. Salah satu catatan Zaman Logam yang erat kaitannya dengan tarian adalah nekara atau gendang yang terbuat dari perunggu. Dengan ditemukan peralatan tersebut, para peneliti mengganggap bahwa kesenian tari telah ada pada Zaman Logam karena dalam Nekara ditemukan lukisan kepala penari dihiasi dengan bulu burung dan dedaunan.

Tarian di Zaman Logam sebagai ritual magis/spiritual dan sakral didasarkan pada berbagai bukti warisan budaya seperti doa untuk kesembuhan orang sakit. Tarian tradisional dan magis masih terlihat di Indonesia hingga saat ini, seperti tari Sabet yang dibawakan oleh masyarakat Banjarnegara di Ujungan Jawa Tengah. Tarian sarbet adalah ekspresi doa memohon hujan yang dilakukan dengan beradu pukul di bagian kaki menggunakan bilah rotan. Ritual dilakukan pada musim kemarau panjang, saat kekeringan. Di Pesisir Utara Jawa Barat dan Jawa Tengah juga terdapat kesenian tari untuk permohonan hujan, yaitu tari sintren.

2. Seni Tari Zaman Hindu-Buddha

Masyarakat pada masa Hindu-Budha disebut masyarakat feodal karena ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan. Kerajaan pertama yang masuk ke Indonesia adalah Kerajaan yang bercorak Hindu, seperti kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat, Kerajaan Mataram di Jawa Tengah dan Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Singasari dan Majapahit yang ada di Jawa Timur.

Bukti peninggalan masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha ke Indonesia berupa candi dan monumen keagamaan. Diantaranya seperti Candi Prambanan sebagai salah satu bukti masuknya ajaran agama Hindu di Indonesia serta candi Borobudur sebagai salah satu candi yang menunjukan adanya pengaruh agama Buddha di Indonesia. Pada relief-relief yang terdapat pada candi peninggalan Hindu-Buddha banyak menggambarkan bentuk-bentuk tari serta berbagai jenis musik pengiringnya.

Kesenian tari di zaman Hindu-Buddha erat kaitannya dengan kegiatan keagamaan. Seni tari sering digunakan sebagai sarana pemujaan kepada Dewa. Seperti dewa Syiwa, yang disebut sebagai Syiwa Nataraja (Syiwa raja penari), Mahata (Penari besar) dan Nataprya.

Pada masa Kerajaan Mataram kuno masyarakat agraris Indonesia ingin mengembangkan bentuk-bentuk kesenian. Pada masa pemerintahan Airlangga di Kahuripan seni tari berkembang sangat pesat. Pertunjukan tari sering dimainkan oleh para bangsawan dengan alat musik seperti seruling, gambang dan kendang. Di kerajaan Kediri, seni tari berkembang dengan lahirnya pertunjukan Wayang Wong yaitu kesenian drama tari topeng berbasis cerita dari kisah Ramayana dan Mahabarta.

Pertunjukan Wayang Wong yang menceritakan kisah Ramayana hingga saat ini masih bisa kita saksikan misalnya pada Sendratari Ramayana di Candi Prambanan. Selain itu pada akhir periode Hindu-Budha pertunjukan topeng tidak hanya milik keraton tetapi mulai berkembang di kalangan masyarakat. Contoh perlambang kepercayaan Hindu-Budha dalam sebuah karya tari yang masih dapat kita lihat sampai sekarang adalah Tari Topeng Panji. Kisah Panji yang popular pada periode Majapahit, dibuktikan dengan banyaknya penggambaran kisah ini pada relief-relief candi yang dibangun pada periode Majapahit.

3. Seni Tari Zaman Islam

Pada zaman Islam kesenian tari berkembang cukup baik karena terlahir gaya-gaya tari yang baru. Seperti tari bedaya dan tari serimpi yang merupakan jenis tarian hiburan raja sekaligus tari upacara istana yang berkembang pada zaman ini. Tari bedaya diciptakan oleh Sultan Agung yang merupakan salah satu raja terbesar di kerajaan Mataram Surakarta. Adanya perjanjian Giyanti  yang membuat terpecahnya kerajaan Mataram menjadi kerajaan kesultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta berdampak pada lahirnya bentuk tari bedaya dan tari serimpi dengan gaya masing-masing. Selain kedua wilayah tersebut perkembangan tari bedaya dan tari serimpi juga meluas ke daerah Sunda, hal ini disebabkan oleh keberhasilan Mataram menaklukan daerah Galuh di Ciamis Jawa Barat sehingga terdapat beberapa persamaan dalam karya tarinya.

Pada zaman Islam juga mulai tumbuh beberapa tarian rakyat seperti reog, jatilan dan sebagainya. Selain di Jawa, kesenian tari pengaruh Islam juga terasa pada kesenian di daerah Aceh, seperti tari Saman yang kental dengan syair petuah dan dakwah yang dilantunkan menggunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Tari saman pada awal kehadirannya hanya dipertontonkan saat peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan ditarikan oleh penari laki-laki yang dipimpin oleh seorang syeikh. Namun kini pertunjukan tari saman sering ditampilkan dalam berbagai acara, seperti penyambutan tamu, misi budaya, dan sebagainya. alam perkembangannya saat ini tari saman tidak hanya ditarikan oleh penari laki-laki, namun juga sering dibawakan oleh penari perempuan, dengan tetap diringi oleh seorang syeikh.

4. Seni Tari Zaman Kolonial

Zaman kolonial ditandai dengan masuknya Belanda ke Indonesia yang pada awalnya datang untuk berdagang rempah-rempah, dan ternyata berlanjut dengan politik memecah belah persatuan dan kesatuan di Indonesia. Berbagai kerajaan terpecah belah akibat pengaruh politik Belanda, salah satunya kerajaan Mataram yang terpecah menjadi kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Perpecahan tersebut berdampak pada perkembangan gaya tari di Jawa Tengah. Akibat perpecahan tersebut, munculah empat gaya tarian, namun hanya dua gaya seni tari yang terlihat jelas perbedaannya yaitu gaya Surakarta yang berkesan romantik dan gaya Yogyakarta yang berkesan klasik. Budaya barat mulai nampak mempengaruhi karya tari di Jawa, terlihat dari tata busana, aksesori seperti bulu-bulu penutup kepala, penggunaan senjata pistol dan lain sebagainya. 

Kesenian tari yang terpengaruh budaya kolonial juga terlihat pada kesenian tari dari daerah Nusa Tenggara Barat yaitu tari Rudat. Tari rudat berasal dari suku Sasak, Lombok. Tarian ini merupakan hasil akulturasi dari berbagai budaya luar, seperti Turki, Belanda, dan Lombok. Pengaruh budaya Turki terlihat dari penutup kepala dan lirik sholawat. Sedangkan pengaruh Belanda terlihat dari pakaiannya. Adapun kebudayaan Lombok sendiri terlihat dari gerak pencaknya.

5. Seni Tari Zaman Kemerdekaan

Perkembangan tari di zaman kemerdekaan terlihat dari gaya tarian yang kental dengan semangat perjuangan dan semangat kemerdekaan dalam karya-karya tari yang diciptakan, seperti tari remo yang menceritakan kisah perjuangan seorang pangeran di medan pertempuran.

Tari-tari istana yang awalnya hanya dapat dinikmati oleh kaum bangsawan, di zaman kemerdekaan mulai disebarluaskan ke luar lingkungan istana. Sehingga mulai muncul berbagai pertunjukan tari yang memiliki kebebasan dalam berekspresi dan tidak terikat dengan aturan baku seperti pada tari-tarian di lingkungan istana. Banyak seniman yang mulai berkreasi menciptakan karya tari yang menunjukkan identitas budaya bangsa.

6. Seni Tari Zaman Pascakemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, pertunjukan tari mulai diperkenalkan di kancah internasional sebagai salah satu cara berdiplomasi pemerintah untuk memperkenalkan bangsa Indonesia di kancah Internasional. Beberapa penari lokal yang berasal dari Solo, Bandung, Medan, Padang, dan Makasar berkesempatan untuk melihat dan mempelajari budaya luar ketika berpartisipasi dalam misi kebudayaan. Pengalaman tersebut memberikan pengaruh bagi perkembangan dan inovasi dalam karya teri tradisional di Indonesia. Inovasi dalam tari tradisi terlihat pada tari merak dan tari jaipong dari Jawa Barat.

Tari Merak sebagai salah satu ikon seni Jawa Barat, merupakan ciptaan Irawati Durban. Irawati Durban menciptakan tari Merak dengan menggabungkan ragam gerak tari Sunda, tari Bali dan langkah anggun pada tari balet, serta gerak tari kasuari dari Afrika Selatan. Kreativitas dan inovasi tari Sunda juga terlihat pada tari jaipong yang diciptakan oleh Gugum Gumbira. Gerak tari Jaipong merupakan perpaduan dari gerak tari ketuk tilu, salsa, ballroom, dan rock'n roll.

Di era pascakemerdekaan, mulai hadir sekolah-sekolah seni seperti Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dan lain sebagainya, yang telah banyak melahirkan penata tari, sehingga memperkaya khazanah seni tari di Indonesia. Salah satu penata tari di era pasca kemerdakaan adalah Tom Ibnur. Karya-karya tari ciptaan Tom Ibnur berpijak pada tari Sumatra Barat dan Melayu. Hingga saat ini, banyak penata tari yang turut mengembangkan tari zapin, diantaranya Zapin Tepian yang diciptakan oleh penata tari Suryani.

seni tari di indonesia
Pertunjukan Seni Tari

Jenis-Jenis Tarian Daerah

Tari daerah Nusantara adalah kesenian tari yang terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan kelompok masyarakat pendukungnya. Tari daerah Nusantara memiliki keunikan gerak, irama musik pengiring, bentuk penyajian, rias dan busana. Keunikan ini disesuaikan dengan fungsi seni tari tersebut di masyarakat, apakah sebagai hiburan atau sebagai sarana upacara adat.

1. Berdasarkan Sifat dan Sejarah

Berdasarkan sifat dan sejarah pembentukannya, tari daerah terbagi menjadi dua bagian yaitu tari tradisi dan tari kreasi.

a. Tari Tradisi, merupakan tari yang ada sejak zaman nenek moyang dan diwariskan secara turun temurun. Tari tradisi dibagi menjadi tari tradisi kerakyatan dan klasik.

Tari Tradisional Kerakyatan, tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan masyarakat umum atau rakyat biasa. Tari tradisional kerakyatan biasanya digunakan sebagai tari hiburan, pergaulan, juga sebagai wujud rasa syukur. Memiliki ciri-ciri bentuk gerak, irama, ekspresi, dan rias busana yang sederhana serta sering disajikan secara berpasang-pasangan atau kelompok. Contohnya; tari Jaran Kepang, Kuda Lumping (Jawa), tari Jaipong (Jawa Barat), tari Banyumasan, tari Payung, Lilin (Sumatera Barat), tari Saman (Aceh), dan lain-lain.

Tari Tradisional Klasik, dikembangkan oleh kaum bangsawan di istana. Bentuk gerak tarinya baku dan tidak bisa diubah. Pengembangan tari tradisional klasik lebih sulit karena hanya bisa dilakukan dalam kelompok bangsawan tersebut. Fungsi tari klasik biasanya digunakan sebagai sarana upacara kerajaan dan adat. Bentuk gerak, penghayatan, irama, rias, dan busananya terkesan lebih mewah dan estetis.

Contohnya; tari Topeng Klana (Jawa Barat), tari Beskalan, tari Ngremo (Jawa timur), tari Bedhaya, tari Serimpi, tari Sawung (Jawa Tengah), tari Pakarena (Sulawesi Selatan), tari Rejang (Bali).

b. Tari Kreasi, adalah bentuk gerak tari baru yang dirangkai dari perpaduan gerak tari tradisional kerakyatan dengan tari tradisional klasik. Gerak tari kreasi berasal dari satu daerah atau berbagai daerah di Indonesia. Selain bentuk geraknya, rias, busanan dan irama iringannya juga merupakan hasil modifikasi tari tradisi. Bentuk gerak tari baru misalnya operet (mempertegas lagu dan cerita), pantomim (gerak patah-patah penuh tebakan), dan kontemporer (gerak ekspresif spontan, terlihat tak beraturan tapi terkonsep).

Contohnya; tari Tenun, tari Wiranata, tari Panji Semirang (Bali), tari Kijang, tari Angsa, tari Kupu-Kupu, tari Merak (Jawa), tari Lebonna, tari Bosara (Sulawesi Selatan), dan lain-lain.

2. Berdasarkan Bentuk Penyajian

Bentuk seni tari dibedakan berdasarkan jumlah penari. Tari dapat disajikan secara tunggal, berpasangan, dan kelompok.

a. Tari tunggal, merupakan bentuk tari yang ditarikan secara individu/ sendiri, baik perempuan atau laki-laki. Penari memiliki tanggung jawab pribadi untuk menghapal gerak dan formasi dari awal sampai akhir pementasan. Tari tunggal biasanya memiliki alur cerita atau penokohan yang mengambil tema  seperti kepahlawanan atau percintaan. Contohnya; tari Panji Semirang (Bali), tari Topeng (Jawa Barat), tari Golek (Jawa Tengah).

b. Tari Berpasangan, bisa dilakukan oleh penari laki-laki dan perempuan, sesama laki-laki, atau sesama perempuan. Penari harus memperhatikan keselarasan geraknya dengan gerak pasangannya. Mereka harus saling mengisi dan melengkapi, juga melakukan respons dan kerja sama. Contohnya; tari Gale-Gale (Papua), tari Payung (Melayu), tari Cokek (Jakarta), tari Piso Surit (Batak), dan lain-lain.

c. Tari kelompok, adalah bentuk tarian yang ditarikan oleh tiga orang atau lebih. Tari jenis ini memerlukan kerjasama yang lebih baik lagi. Keselarasan gerak dan permainan komposisi sangat menentukan. Untuk pergelaran sendra tari atau drama tari penari harus dapat diajak kerja kelompok berdasarkan alur cerita atau keterkaitan para pemeran tokohnya. Contohnya; tari Bedhaya Ketawang (6 orang, Surakarta, Jawa Tengah), tari Bedhaya Semang (6 orang, Yogyakarta), tari Lawung (4 orang, Jawa Tengah), tari Kecak, tari Janger (Bali).

Baca juga:
Jenis Tari Berdasarkan Tema atau Isi
Jenis Tari Berdasarkan Pola Garapan
Jenis Tari Berdasarkan Fungsi dan Tujuannya

Fungsi Seni Tari di Indonesia

Seni tari tidak hanya sekedar ungkapan ekspresi spontan tatkala senang dan sedih. Tari berkembang sesuai dengan kebutuhan sosial sehingga mempunyai fungsi yang lebih penting dalam kehidupan masyarakat.

Fungsi seni tari di Indonesia antara lain sebagai;

a. Seni Tari sebagai Sarana Upacara Adat dan Religi

Berbagai upacara yang berkaitan dengan perburuan, peperangan, kenaikan tahta, pergantian musim, saat tanam dan panen , kelahiran bahkan kematian memiliki tarian sendiri. Tari ini bersifat sakral dengan unsur sebagai pemujaan kepada alam dan penguasanya. Gerak ekspresif dan imitatif (meniru gerak sekitar). Dengan komposisi tari melingkar, berjajar atau berbaris. Contohnya; tari Seblang (Panen Padi, Jawa Timur), tari Pattudu (persembahan, Sulawesi Selatan), tari Ratep (meminta hujan, Madura).

b. Seni Tari sebagai Sarana Pertunjukan

Tari berguna untuk menghibur masyarakat luas. Sebagai sarana pertunjukan tari dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
  • Tari hiburan/ tontonan rakyat, disusun agar rakyat bergembira. Gerakannya lincah dan semarak. Irama, rias, busana dan komposisinya meriah dan beragam. Contohnya; tari Serampang Duabelas (Sumatera barat), tari Jaipong (Jawa barat), tari Janger (Bali).
  • Tari sebagai sarana pergelaran resmi, disusun dan direncanakan secara matang untuk pertunjukan. Contohnya; drama tari atau sendra tari, tari untuk festival, penyambutan tamu, upacara resmi.

c. Seni Tari sebagai Media Pendidikan

Sebagai media pendidikan tari dapat membentuk keseimbangan emosi, keterampilan, budipekerti, toleransi, dan berpenampilan santun. Fungsi inilah yang kemudian melahirkan sanggar-sanggar tari. Dengan mempelajari seni tari kita bisa mengetahui jenis-jenis tari di Indonesia serta mengembangkan rasa memiliki dan menghargai budaya bangsa sehingga dapat turut melestarikannya. Disamping itu pribadinya juga dapat terbentuk dalam menjaga dan menghormati budaya suku bangsa dan bangsa lain.

d. Seni Tari sebagai Sarana Komunikasi

Dalam acara perayaan dengan menampilkan pertunjukan tari, warga berkumpul, menari, dan bergembira bersama dengan gerak-gerak yang selaras. Lewat tarian ini warga berinteraksi, bergaul, berkomunikasi, menciptakan hubungan yang lebih baik. Jadi, secara umum seni tari dapat menjadi sarana komunikasi dan pemersatu bangsa.

Demikian artikel "Seni Tari di Indonesia, Sejarah, Jenis, dan Fungsi Seni Tari". Baca juga artikel seni menarik lainnya di situs SeniBudayaku.com.

Posting Komentar untuk "Seni Tari di Indonesia, Sejarah, Jenis, dan Fungsi Seni Tari"